Selamat malam. Saat ini, kurang dari 1 jam lagi sebelum sistem penanggalan berubah dari tahun 2020 menjadi 2021. Perdebatan setiap tahun yang selalu muncul, bahkan dari postingan adik saya pada status whatsapp-nya adalah jangan merayakan pergantian tahun baru. Kebetulan saya bukan hamba Islam yang ideal ya, jadi saya sih tidak masalah mengucapkan atau pergi berkumpul dan merayakan pergantian tahun masehi. Tapi masalahnya tahun ini kan ada pandemi, jadi mana ada perayaan seperti itu.
Tapi saya pikir-pikir lagi sepertinya beberapa tahun terakhir saya sih tidak peduli. Pergantian tahun dari 2019 ke 2020 saja saya tidur lebih awal, dan bangun-bangun melihat sungai di belakang tempat tinggal saya sudah tinggi dan ada longsor kecil di sisi sungai. Hujan turun dengan derasnya, dan saya amat sangat bersyukur tempat tinggal saya aman dan tidak mengalami gangguan berarti, bahkan air keran masih relatif aman (untuk mandi dan mencuci). Tapi saya agak menyesal, tidak membuat refleksi terhadap apa saja yang sudah saya lakukan selama 365 hari di tahun 2019, maka dari itu kali ini saya berniat untuk menulis apa saja yang saya pelajari tentang diri dan kehidupan saya di tahun 2020, yang di luar dugaan berlalu sangat cepat.
Tahun 2020 menyadarkan saya terhadap satu hal, ternyata saya bisa menjadi sangat marah jika orang yang saya kenal baik tidak mendengarkan dan melakukan nasihat/kemauan saya. Selama ini saya berpikir saya adalah orang yang santai, yang legowo, yang bisa menerima keadaan ketika seseorang tidak melakukan hal yang saya sampaikan. Namun ternyata hal ini hanya berlaku kepada orang yang tidak ada sangkut pautnya terhadap kehidupan saya. Jika, katakanlah, adik saya mengabaikan perkataan saya, mengabaikan apa yang menurut saya perlu/tidak perlu lakukan, saya merasakan perasaan dongkol, kesal, dan marah. Saya berusaha mencerna perasaan tersebut. Apakah saya marah kepada adik saya, atau saya justru marah terhadap diri sendiri. Jujur saja hingga saat ini saya masih belum menemukan jawabannya, karena selalu ada pikiran, "ini salah saya. tentu saja salah saya. saya tidak seharusnya marah namun saya marah". Yang lebih buruk, saya marah dengan mendiamkan orang. Ini tentu saja tidak baik, komunikasi ini buruk sekali. Saya amat sangat menyadari permasalahan tidak akan selesai jika saya tidak menyampaikan alasan saya marah, berharap orang memahami penyebab saya marah tanpa mengatakannya langsung tentu sangat konyol. Pembelaan saya, yang tentunya saya yakini tidak benar, adalah saya tidak ingin meluapkan amarah karena energi yang dikeluarkan besar dan melelahkan. Alasan lainnya, saya becermin melihat ibu saya yang marah dan langsung menyelesaikan masalah walaupun itu menyakiti perasaan lawan bicaranya sementara lawan bicaranya bisa jadi gampang terbawa perasaan. Berbahaya sekali, berbahaya sekali untuk saya yang pengecut dan lebih memilih menyimpan perasaan amarah. Belum lagi selama pandemi dan tetap di rumah membuat kondisi dan pikiran saya tidak stabil, dan siklus bulanan saya tidak membantu sama sekali.
Memikirkan kelakuan saya 366 hari terakhir ini saja saya lelah.
Saya berusaha melihat sisi baik dari hal buruk ini, setidaknya saya menemukan dan mengenal kembali diri saya. Iya, itu saja. Karena tampaknya hal ini justru menjadi poin tambahan mengapa saya masih membenci eksistensi saya di dunia ini.
Hal lain yang saya sadari adalah, banyak hal yang saya mulai, namun tidak semuanya saya selesaikan.
- Saya berniat menyelesaikan tantangan menulis 30 hari: tidak selesai.
- Menghafal koreografi HIP - MAMAMOO: gagal
- Menemukan teman baru melalui aplikasi surat-menyurat Slowly: "melelahkan, saya tidak berhasil menemukan orang yang nyambung ngobrolnya"
- Berusaha hidup sehat dengan mengatur pola makan dan olahraga: diam! itu tidak terjadi tahun lalu dan tidak akan dieksekusi tahun ini
- Membaca buku: nope, tidak ada satupun buku yang selesai saya baca. Menyedihkan. Bahkan novel fiksi kado ulang tahun saya dari tahun lalu pun belum saya selesaikan. Ada apa dengan imajinasi saya, novel fantasi dan petualangan biasanya menjadi favorit saya, namun ini setengah buku saja tidak selesai. Saya tidak berhasil membayangkan karakter dan alur cerita novel tersebut, sehingga membaca novel terasa melelahkan.
- Menikah: karena awalnya dikenalkan dengan beberapa orang oleh orangtua saya, namun tidak ada yang jadi. Kesimpulan saya satu: saya menarik ucapan saya di tahun 2014 yang menyatakan jika orangtua saya setuju, saya ikut saja. Hah! Kalimat itu bisa diterjemahkan sebagai saya menerima perjodohan. Sementara tampaknya saya tidak bisa menyerahkan masa depan saya hanya bermodal kepercayaan pada takdir. Mohon maaf, tampaknya saya orangnya ingin adanya romansa dalam memilih pasangan.
Ugh, jika memikirkan perkara pasangan dan berkeluarga, setelah membaca pengalaman orang, tampaknya saya menjadi lebih selektif.
.....
Tampaknya menyedihkan sekali ya, 2020 saya. Namun ada beberapa hal kecil yang berhasil saya mulai dan selesaikan. Tidak banyak, dan tidak membanggakan, namun berhasil membuat perasaan saya lebih baik ketika target tersebut tercapai.
- Liburan dengan teman: mungkin ini pengecualian, karena rencananya sendiri dibuat dari tahun 2019. Namun saya tetap bersyukur karena saya sempat berlibur ke luar negeri sebelum virus covid19 menyebar ke seluruh dunia dan lockdown diberlakukan di banyak negara. Liburan berjalan dengan lancar tanpa drama dan keluhan. Ah, saya rindu berlibur dengan teman-teman saya..
- Menyelesaikan lukisan paint by number: Saya menemukan video di tiktok bahwa ada yang menjual paket untuk melukis sesuai nomor, lengkap dengan kuas dan cat-nya. Saya amat sangat menikmati proses melukisnya, dan membuat saya berhasil mengabaikan ponsel saya ketika saya sedang mewarnai kanvas tersebut.
- Menghafal tarian tiktok: jujur saja, menghafal tarian di tiktok membuat saya berkeringat. Namun itu semua terbayar ketika saya berhasil menari sesuai dengan tempo musik/lagu pengiring tarian. Setidaknya, walaupun saya tidak banyak berolahraga dan bergerak di rumah, saya bisa mengeluarkan keringat ketika saya berlatih gerakan tarian tersebut berkali kali. Menyenangkan sekali.
Yap. Itu saja. Tidak banyak target pribadi yang dapat saya selesaikan tahun ini.
Oleh karena saya menyadari keterbatasan dan karakter saya di tahun ini, untuk tahun 2021, saya tidak berharap banyak, saya hanya ingin saya tetap sehat dan merasa lebih hidup, ntah itu bahagia dengan keluarga dan teman-teman saya (rasanya tahun ini hubungan dengan teman-teman juga agak terganggu karena tidak bertemu langsung, sementara saya sangat buruk menjalin komunikasi hanya dengan aplikasi chatting), atau menemukan cara untuk menerima dan memaafkan diri tanpa perlu membayangkan skenario mengerikan untuk enyah dari bumi, dan ketika saya sudah menerima dan mencintai diri saya, saya menemukan orang yang juga dapat mencintai saya. Blegh. Menulisnya saja saya geli, karena saya tidak dapat membayangkan ada orang yang dapat menerima kekurangan saya. Saya masih melihat diri saya sebagai orang yang menjijikkan, namun itulah, semoga pemikiran ini segera berakhir. Terakhir, saya berharap orangtua saya ikhlas, ridho, dan mengizinkan saya untuk melanjutkan studi S2, walaupun saya belum menikah.
Untuk saya yang lebih menerima diri di tahun 2021, Bismillaah..
Komentar
Posting Komentar